Album mereka yang pertama yang dirilis 2012 lalu, "Apocalyptic Love", cukup sukses diterima penggemar music rock di seluruh dunia. "Apocalypic Love" meraih dua kali Rock Radio Hits No. 1 di Amerika dengan lagu “You’re A Lie” dan “Standing In The Sun”. Nah, kali ini, Slash mencekokkan 17 lagu ke dalam album barunya, "World On Fire.
Album ini diproduseri oleh Michael ‘Elvis’ Baskette yang juga produser Alter Bridge. Yang beda, Album ini direkam dengan menggunakan tape recording machine secara analog. Elvis dan Slash satu kepala untuk urusan ini. Keduanya gila dengan warna old school rock. Obsesi itu membuat proses "World On Fire" seperti memeras jeruk dengan parutan, padahal mesin blender tersedia di dapur.
“Aku selalu suka mendengar album rock zaman 70-an dan 80-an. Saat itu semuanya masih menggunakan perekam analog. Suara yang dihasilkan lebih organik dan ‘hangat’. Berbeda bila proses rekaman dilakukan secara digital, yang bisa dihapus dan di-copy paste," kata Elvis.
Prosesnya tentu jadi lebih ribet, dibanding gaya musisi era milenium masuk dapur rekaman. Dengan perekam analog, seolah-olah, tak ada ruang untuk kesalahan. Sebab, bila ada nada meleset, proses rekaman harus kembali dari nol.
“Begitu kamu masuk studio dan lampu rekam menyala, kamu akan gugup karena semua orang akan memperhatikanmu dan seolah berkata kamu tidak boleh salah. Kadang aku masih dalam mode rekaman padahal sesi rekaman telah usai,” Sang drummer Brent Fitz berbagi cerita.
Bila di album “Apocalyptic Love” sound-nya terdengar sederhana, maka di album ini Slash berusaha untuk lebih memolesnya. “Kedua album ini direkam secara live. Tak ada overdubs atau teknik studio di Apocalyptic Love. Di "World On Fire", aku ingin menambah harmoni dan melakukan double up di beberapa bagian, untuk menciptakan sound yang penuh,” ujar Slash.
Selain gitar Kris Derrig Les Paul ’59 Burst replika andalannya, Slash juga memakai Gibson ES-135 dan ES-175. Les Paul Junior untuk slide, Gibson SG 12 string dan Fender Bass 6 String untuk rhytm. Sedang untuk amplinya, Slash memakai Marshall JCM 800, Marshall JMP 1959, HiWatt Custom 100, Orange OR100, dan Mesa Boogie Mark V.
Untuk album artwork cover, Slash kembali mempercayakan artis Amerika kontemporer, Ron English, untuk mendesainnya. Yang unik dari sampul album ini adalah ikon ‘Smiley’ dengan top hat khas Slash ditampilkan bergigi metal. Lambang ‘Smiley’ ini dipakai karena Slash selalu membubuhi tanda tangan uniknya usai update status di Twitter atau Facebook dengan mengetik iiii]; )’ yang menunjukkan bahwa ia tersenyum.
Mensiasati penjualan CD yang miris di zaman unduh gratis atau copy dan share, kiat Slash patut diacungi jempol dan layak diikuti musisi tanah air. Lewat internet, gitaris yang mengumpulkan hampir 12 juta “Like” di Facebook ini telah jauh-jauh hari mengunggah video (Slash: Real to Reel) atau status update proses rekaman sejak hari pertama hingga selesai. Itu membuat gaung album baru ini sudah terdengar lama oleh para fannya. Ditambah lagi media-media musik internasional rajin memburu informasi soal album ini.
Dari segi kemasan, CD-nya selalu dijual dalam paket atau bundel, entah itu dengan bonus kaus, poster, pick gitar, majalah dan foto, dengan maksud memberi penggemar nilai lebih atas uang yang sudah mereka keluarkan.
Setelah “Let Rock Rule” tour bareng Aerosmith rampung di Amerika Utara musim panas ini, Slash Myles Kennedy & The Conspirator akan ikut meramaikan Soundwave di Australia, Februari tahun depan. Berharap saja Indonesia bakal disinggahi seperti 2010 silam. (Loudwire, Blabbermouth, Classic Rock, Slash Real to Reel Youtube/
penulis: admin slash fan forum: Adi Wal). (Source)
Post a Comment